Geologi Pulau Jawa
A. KONSEP DASAR PULAU JAWA
Menurut
para ahli bumi, batuan dasar (atau dikenal dengan nama Basement) di
Pulau Jawa terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun sebelum masehi. Batuan
ini tersusun oleh batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli
geologi ini sudah lama meneliti Pulau Jawa dan tidak pernah menemukan
batuan yg berumur lebih tua dari 50juta tahun lalu.
Jawa
Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,
mengapa ? Karena basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada
tahap-tahap akhir setelah ditubruk lempeng Australia dan numpuk-numpuk
membentuk basement di Jawa Timur.
Pada
20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan
lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia
dibawah lempeng Asia. Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan
menyebabkan munculnya gunung-gunung api disebelah barat Pulau Sumatra
dan juga sebelah selatan Pulau Jawa.
Pada
waktu itu Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat
di selatan Pulau Jawa banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu
dulunya terumbu karang yang hidup dan adanya di laut. Kalau sekarang
contohnya ya Pulau Seribu itu atau kalau yang besar Great Barier di
sebelah timut Australia. Dengan logika yang sederhana seperti itulah
maka ahli kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk
Batugamping di Wonosari itu, dahulunya adalah lautan.
Lima
juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia
sudah mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah
“ditumbuhi” gunung-gunung api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk
Gunung Merapi yang sangat aktif kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra
masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan Jawa mulai terbentuk
dan semakin jelas.
Dibawah ini bisa lihat patahan-patahan di Jawa saat ini..!!!
Patahan
di Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan
juga patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah
patahan hingga ke batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah
patahan yang terlihat dipermukaan saat ini.
B. GEOLOGI DAN GEOFISIKA BANTEN
Definisi geologi dan geofisika propinsi banten adalah sbb :
- Di daerah Selat Sunda terdapat ujung dari patahan atau Sesar Sumatra (Semangko) yang merupakan sesar geser aktif sepanjang 1650 km dengan pergerakan lateral antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6 cm/th.
- Karakter geologi & geofisika Prop.Banten, sbb :
- Terdapat beberapa gunung berapi diantaranya G.Anak Krakatau dan G Condong
- Terdapat mata air panas di sekitar Rawa Danau
- Terdapat beberapapatahan atau sesar
- Mempunyai tingkat kegempaan tinggi
- Jenis batuan yang ada digolongkan dalam batuan undifferentiated volcanis product, pliocene-sedimentary, alluvium, miocene-volcanic facies, pleistocene-sedimentary facies, andesit.
C. GEOLOGI DAN GEOFISIKA JAWA TIMUR
Penelitian
Geofisika dengan metode Gayaberat telah dilakukan di daerah Cekungan
Jawa Timur bagian utara yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban.
Pengukuran data gayaberat sebanyak 270 titik ukur diperoleh pada tahun
2005 dan pada tahun 2006 pengukuran sebanyak 180 titik. Dari data
tersebut telah dibuat peta kontur Bouguer anomali. Dari peta anomali
Bouguer ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, yaitu :
1. Kelompok anomali rendah 38 mGal dijumpai di bagian utara daerah penelitian di sekitar daerah Tuban.
2. Kelompok anomali tinggi dijumpai berarah Timur- barat dan membelok ke arah Baratlaut- tenggara (E-W-NW).
3. Kelompok
anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga orde
4 yang memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah
Barat-Timur yang melewati Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang
berkembang menjadi Sesar geser mengiri pada daerah inverted zone yang
kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault Zone.
Berdasarkan
peta anomali sisa dan Bouguer anomali rendah pola kontur yang melingkar
dijumpai di daerah Soka hingga Babat dan Senon wilayah Bojonegoro ini
diduga cerminan dari batuan sedimen yang cukup tebal dan berdensitas
rendah. Anomali sedang dijumpai menyebar di daerah penelitian. Dari
daerah montong ke arah baratdaya dijumpai anomali sedang yang berbentuk
nose structure yang berada diantara anomali rendah. Dalam kontek aliran
fluida, pola anomali Bouguer yang berbentuk demikian kemungkinan dapat
merupakan tempat akumulasinya fluida secara konvengen.
Berdasarkan
data regional (geologi dan gayaberat) daerah kajian berada dalam
anomali Bouguer positif dan pola nose structure tersebut berada di atas
F. Tawun-F. Ngrayong yang mempunyai sejarah erosi yang panjang, diduga
di bawah daerah ini masih dijumpai satuan batuan Formasi Kujung (Prupuh
chalk dan Kranji mudstone).
Daerah
penelitian meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian timur dan Jawa
Timur. Di Jawa Tengah penelitian lapangan batuan paleogen dan
batuandasar Pra-Tersier dilakukan di daerah karangsambung, Nanggulan,
dan Bayat (Kabupaten Klaten), sedangkan di Jawa Timur penelitian batuan
Paleogen dan batuan dasar Pra-Tersier didasarkan pada data sumur dan
data seismik. Daerah Jawa bagian timur dipilih sebagai daerah penelitian
karena keunikannnya sebagai tempat terjadinya perubahan zona subduksi
Neogen yang berarah timur-barat. Penelitian ini
menghasilkan peta geologi dan stratigrafi baru daerah Karangsambung.
Stratigrafi baru ini memunculkan tiga satuan batuan baru.
Hasil penemuan penelitian ini, yang diusulkan sebagai :
- "Formasi Bulukuning" - berumur Eosen Awal,
- "Komplek Larangan" - berumur Eosen Akhir, dan
- "Anggota Breksi Mondo Formasi Totogan" - berumur Oligosen.
Ketiga satuan baru ini oleh peneliti terdahulu depetakan sebagai bagian dari Komplek Malange Luk Ulo.
Hadirnya
Formasi Bulukuning yang berumur Eosen Awal menunjukkan bahwa pada saat
formasi ini diendapkan proses subduksi komplek Malange Luk Ulo sudah
tidak aktif dan bagian utaranya berubah menjadi cekungan laut dangkal
dimana Formasi Bulukuning diendapkan, sementara di bagian yang lain, di
bagian selatan, masih terdapat daerah bekas palung subduksi kapur yang
berupa cekungan sempit dan dalam dimana Formasi Karangsambung dan
komplek Larangan diendapkan. Kenampakan terdeformasi Komplek Larangan,
Formasi Karangsambung, dan Formasi Bulukuning menunjukkan bahwa setelah
pengendapan Formasi Karangsambung dan komplek Larangan di daerah Luk Ulo
terjadi deformasi kompresional yang cukup signifikan pada Eosen
Akhir-Oligosen Awal.
Hasil
penelitian menunjukkan himpunan batuan Pra-Tersier Komplek bayat
berbeda dengan Komplek Melange Luk Ulo, Karangsambung. Batuan
Pra-Tersier Luk Ulo, merupakan Malange tektonik komplek akresi, produk
khas subduksi lempeng samudera yang dicirikan oleh percampuran tektonik
berbagai ukuran dan jenis blok batuan dalam masadasar lempung dan
mengandung komponen oceanic plate stratigraphy (OPS).
Singkapan
Komplek Bayat didominasi oleh batuan metamorf derajat rendah-menengah
berupa filit dan sekis dengan komposisi kalsit antara 15-60% (calcareous
phyllite dan calcareous schist). tidak dijumpainya himpunan batuan OPS
dan terdapatnya calcareous phyllite dan calcareous schist menunjukkan
batuan asal (protolit). Komplek bayat adalah batuan sedimen yang
mengandung karbonat yang berasosiasi dengan batuan sedimen terigen (asal
darat) yang berasosiasi dengan lingkungan kontinen.
Provenan
batupasir daerah Luk Ulo, Karangsambung umumnya berada di recycled
oregen, sub-zona foreland unplift. Sedangkan batupasir Eosen dari ketiga
daerah lainnya (Nanggulan, Bayat, dan Cekungan Jawa Timur) menunjukkan
kemiripan provenan, yakni di continental block, sub-zona craton
interior. Hasil analisis ini, menunjukkan bahwa batuan dasar daerah
karangsambung berbeda dibandingkan batuan dasar ketiga daerah tersebut,
hasil ini mendukung pendapat bahwa Jawa bagian Timur batuan dasarnya
bersifat kontinental dan disebut mikrokontinen Jawa Timur.
Evolusi tektonik daerah penelitian sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu :
· Periode pertama,
berlangsung pada Kapur akhir sampai Paleosen ketika subduksi Lempeng
Samudera Indo-Australia pada zona subduksi Ciletuh-Karangsambung-Meratus
berhenti karena tumbukan Mikrokontinen Pasternoster, belum menumbuk dan
di depannya masih terdapat sisa morfologi palung di daerah
Karangsambung. Periode ini ditandai dengan terjadinya pengangkatan pada
Paleosen yang membentuk ketidakselarasan regional antara batuan
Pra-Tersier dengan batuan Tersier.
· Periode kedua,
berlangsung pada Eosen adalah periode regangan ditandai oleh
pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Di daerah penelitian cekungan
terbentuk di daerah komplek akresi dan di bekas palung yang menghasilkan
endapan olistostrom Formasi Karangsambung dan komplek Larangan. Di
daerah tepi selatan Mikrokontinen Jawa Timur berkembang Cekungan
Nanggulan dan Bayat.
· Periode ketiga,
terjadi pada Oligosen, ketika di daerah Luk Ulo Formasi Karangsambung
dan Komplek Larangan terdeformasi akibat tumbukan Mikrokontinen Jawa
Timur. Disamping mengakibatkan gejala tumbukan di daerah Luk Ulo, secara
regional subduksi ini menghasilkan busur volkanik Oligosen yang
membentuk sebagain besar morfologi Pegunungan Selatan jawa.
D. GEOLOGI DAN GEOFISIKA JAWA BARAT
Jawa
Barat merupakan daerah yang lebih sering dan lebih banyak mengalami
gangguan longsor jika dibandingkan dengan daerah Jawa yang lain.
Gangguan tersebut menjadi terasa sekali akibatnya karena adanya unsur
manusia dengan kegiatannya yang terkena oleh gerakan longsor atau
longsoran, seperti jiwa manusia, rumah, jalan raya dan jalan kereta api,
sawah dan ladang, peternakan, saluran irigasi dan sebagainya.
Macam-macam longsoran telah terjadi tetapi kelompok longsoran yang
terbanyak adalah lawina bahan rombakan (debris avalanche), luncuran
bahan rombakan (debris slide), dan nendat (slump); kemudian menyusul
aliran tanah (earth flow), aliran lumpur (mud flow), pengocoran pasir
(sand run), dan gelinciran bongkah (block glide).
Dalam
lawina bahan rombakan (debris avalanche), peluncuran bahan rombakan
(debris slide), aliran tanah (earth flow), dan aliran lumpur (mud flow)
terdapat pengaruh yang besar dari tanah pelapukan dan hasil
rombakan.rnDaerah longsoran yang dikelompokkan atas dasar kondisi
geologi dan proses yang mempengaruhi dapat digolongkan atas :
a. Daerah
longsoran yang terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas dan
konsistenst batuan penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada
batas antara batuan tuf gunungapi muda dengan batuan sedimen Tersier.
b. Daerah longsoran pada endapan sedimen Tersier yang kurang konsisten, dan terlipat kuat; umumnya pada jalur Bogor.
c. Daerah
longsoran pada endapan sedimen marin yang terangkat atau terlipat
kuat-kuat; umumnya pada jalur Pegunangan Selatan Jawa Barat.
d. Lain-lain
Pengaruh sesar longsoran yang tampak adalah pada breksi milonit, yang
dapat dipersamakan sifatnya dengan bahan rombakan sehingga dapat
menyebabkan kelabilan tanah.
Pengaruh
gempa tektonik dan volkanik terhadap longsoran kurang menunjukkan
adanya hubungan yang nyata meskipun hal tersebut sangat masuk akal.
Longsoran dipengaruhi pula oleh factor :
· Ketajaman sudut lereng
· Curah hujan
· Aliran air
· Vegetasi
· Hasil kegiatan manusia seperti penggalian dan sebagainya yang memperbesar sudut setempat.
Interpretasi
kestabilan wilayah terhadap longsor dibuat berdasarkan peta sudut
lereng, keadaan geologi, dan intensitas terjadinya gerakan. Wilayah
kestabilan dibagi dalam :
1) Daerah stabil,
2) Daerah mungkin bergerak, dan
3) Daerah labil.
Peta
ini dapat dibuat dalam peta daerah contoh berskala 1:25000, sedangkan
pada peta berskala 1:1000000 hanya dapat ditunjukkan pengelompokan
daerah longsor menurut ciri-ciri dan macam longsorannya.
Sumber : Google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar