Masalah-masalah Sosial
OPINI | 06 July 2009 | 15:45 27822 2 Nihil
Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang
dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang
mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada
sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat
diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan
pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti
televisi, internet, radio dan surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau
bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu
entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur
dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang
terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai
suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang
bersangkutan (Suparlan, 1984)
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
(1) Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan,
konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
(2) Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan
mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
(3) Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan
kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota
masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung
melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung
lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti
kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan
Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan
tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang
terabaikan.
Dengan menggunakan asumsi yang lebih universal maka “tangga kebutuhan”
dari Maslow dapat digunakan yaitu pada dasarnya manusia membutuhkan
kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi serta aktualisasi diri,
meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat berbeda antara satu
dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya.
Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil “bangunan” budaya
dimana individu itu tumbuh.
Hadley Cantrill (dalam Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara
dengan menanyakan harapan, aspirasi dan pangkal kebahagian kepada
masyarakat di 14 negara tersebut diantaranya Brazil, Mesir, India,
Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya adalah hampir semua responden
menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati urutan teratas terkait
dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila dibandingkan dengan
unsur-unsur lainnya.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh
Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri
terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi
sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup
: cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan
(delinquent).
Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan
bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara
parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi
akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan
karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan
permasalahan bersifat menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual,
maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab masalah
sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam
masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah
ekologi
Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967),
menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial
yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus
migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan
Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota
secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang
positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan
pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya
hidup di kota tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong
buruh menuntut peningkatan upah kerja.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena
kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem
sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau
yang dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status
sosialnya (Merton & Nisbet, 1961).
Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau
orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan
demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia
dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat.
Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang
ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan
perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih
menekankan kepada faktor “nuture” atau genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat
menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys :
The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia
memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie”
di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti
nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan
seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat
mempertahankan status dalam ‘gang’nya.
Pustaka :
(1) Masalah-masalah Sosial. Paulus Tangdilintin. Universitas Terbuka. 2007.
(2) Sosiologi Ekonomi. Manasse Malo. Universitas Terbuka. 2009.
(3) Sosiologi Industri. S.R.Parker. Rineka Cipta. 1990.
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar